Tampilkan postingan dengan label Peraturan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Peraturan. Tampilkan semua postingan
14 September 2016

(1) Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
(2) Standar Isi
(3) Standar Proses
(4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(5) Standar Sarana dan Prasarana
(6) Standar Pengelolaan
(7) Standar Pembiayaan Pendidikan
(8) Standar Penilaian Pendidikan
30 Agustus 2016
Penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah terdiri atas: (a) penilaian hasil belajar oleh pendidik; (b) penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan (c) penilaian hasil belajar oleh
Pemerintah.
Penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar
dan pendidikan menengah meliputi aspek: (a) sikap; (b) pengetahuan; dan (c) keterampilan.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk
memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar
peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan untuk
semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah bertujuan untuk
menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran
tertentu.
Prinsip penilaian hasil belajar adalah sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel.
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini,
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar
Penilaian Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104
Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar
dan Pendidikan Menengah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Download secara lengkap Standar Penilaian terbaru silakan KLIK di sini

Ruang lingkup materi yang spesifik untuk setiap mata
pelajaran dirumuskan berdasarkan Tingkat Kompetensi dan Kompetensi Inti untuk
mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Pada saat Peraturan Menteri
ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 64 Tahun 2013
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Download secara lengkap permen
ini silakan KLIK di sini,
Lampiran permen silakan KLIK di sini
10 September 2014

Beberapa perubahan yang segera nampak adalah pasal-pasal yang berhubungan dengan kurikulum seperti (standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian). Sementara untuk pasal yang berkaitan dengan standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan secara esensial tampaknya tidak banyak perubahan yang signifikan.
2 November 2012
KOMPAS, SABTU, 15 SEPTEMBER 2012 | 02:32 WIB
Yogyakarta, Kompas - Perubahan kurikulum diperlukan dan salah satu hal penting adalah membawa sekolah merespons krisis sosial. Pada saat bersamaan, menyiapkan tenaga pendidik dan calon pendidik memasuki proses belajar terus-menerus.
Demikian muncul pada diskusi pendidikan ”Perubahan Kurikulum: Urgen dan Perlukah Saat Ini?” di Kantor Kompas Perwakilan Yogyakarta, Jumat (14/9). Diskusi ini hasil kerja sama Kompas dengan Dinamika Edukasi Dasar (DED).
Hadir berbicara pengamat pendidikan Paul Suparno dan Ki Supriyoko; Ferry T Indratno (Direktur DED); pengajar Universitas Sanata Dharma, Haryatmoko; pengajar UGM, Agus Suwignyo; Ag Prih Adiartanto (SMA Kolese De Britto), dan Sri Prihartini Yulia (Pengawas Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Sleman); dipandu pemerhati pendidikan St Kartono. Semua pembicara setuju ada perubahan kurikulum saat ini.
”Perubahan harus menempatkan bahwa sekolah itu transmisi pengetahuan dan keterampilan. Sekolah juga wahana sosialisasi nilai-nilai dan sikap dalam masyarakat serta integrasi sosial,” kata Haryatmoko.
Terkait itu, kurikulum harus membawa sekolah merespons krisis hubungan sosial, kemiskinan, kekerasan atas nama agama, dan kesenjangan sosial. Harapannya, sekolah juga bisa menyampaikan nilai bersama berdasarkan akal sehat dan membuka kesempatan setara sehingga bisa memahami dan menerima pluralitas, memelihara kekayaan budaya, peran media, dan ekologi.
Kurikulum sekarang, menurut Paul Suparno, justru membebani anak. Dengan 14-16 mata pelajaran, ditambah keterbatasan waktu, siswa tak mampu belajar kritis atau mengambil keputusan.
Pembaruan kurikulum, lanjut Haryatmoko, juga bergantung pada guru. Untuk itu, guru harus bisa mengatasi ketinggalan kompetensi disiplin ilmu.
Hal sama diungkapkan Paul. Penyiapan guru sebagai pelaku kurikulum amat penting, khususnya menyongsong wacana memberi kebebasan institusi membuat kurikulum sendiri.
Kurikulum yang katanya kontekstual kenyataannya tidak, bahkan cenderung seragam.
Menurut Ki Supriyoko, delapan kali perubahan kurikulum (1950-2007) tak didasarkan pada perkembangan iptek dan budaya lokal. Namun, disebabkan faktor politis, seperti penggantian kurikulum tahun 1964 sebagai produk Orde Lama menjadi kurikulum 1968 produk Orde Baru.
”Kalau mau jujur, meskipun 67 tahun merdeka, masalah pendidikan dan tenaga kependidikan belum pernah dapat solusi memadai,” katanya. (TOP/ABK)
Dapatkan artikel ini di URL:
http://nasional.kompas.com/read/2012/09/15/02325662/Kurikulum.Diharapkan.Merespons.Krisis.Sosial
http://nasional.kompas.com/read/2012/09/15/02325662/Kurikulum.Diharapkan.Merespons.Krisis.Sosial
Langganan:
Postingan (Atom)